
Catatan, Bukan Laporan Pilkada (bersambung) Part 3
seperti yang sudah saya tulis, dalam mekanisme dan prosedur pencalonan seseorang yang hendak mencalonkan diri sebagai calon kepada daerah setidaknya harus dapat memenuhi syarat dukungan pencalonan dan syarat pribadi calon. syarat dukungan pencalonan dapat melalui dukungan peseorangan (non parpol) atau pemenuhan syarat melalui dukungan Parpol/gabungan parpol. gubernur atau bupati, tetaplah sama. untuk kabupaten jombang, sekurang-kurangnya membutuhkan 6,5% (persen) dukungan, baik perseorangan maupun dukungan parpol. boleh berlebih, sebab jumlah penduduk kabupaten jombang lebih dari 1 juta jiwa. dukungan parpol-nya/ gabungan parpolnya, boleh yang memiliki kursi dalam parlemen DPRD, maupun yang tidak memiliki sama sekali, yang terpenting parpol-nya peserta pemilu 2024 dan yang jadi ukuran ialah prosentase hasil perolehan dalam pemilu 2024. setidaknya, itu yang dimaksudkan dalam putusan MK nomor 60 tahun 2024 atas pengujian undang-undang Pilkada (baca: pemilihan) perubahan yang terakhir nomor 6 tahun 2020. adapun untuk dukungan perseorangan, tetap tidak berubah dan tetap 6,5 % (persen) dukungan dibuktikan dengan formil tanda tangan dukungan dan kartu identitas resmi pendukung tersebut, bila jumlah penduduknya lebih dari 1 juta jiwa, seperti kabupaten jombang. tidak hanya putusan MK itu saja yang perlu dicatat, masih terdapat beberapa putusan MK dalam kaitan penyelenggaraan Pilkada serantak 2024 selalu mengiringi dan mengemuka dalam beberapa tahapan, apa saja dan bagaimana substansinya?
menukil dari berbagai sumber resmi MK yang terbuka, setidaknya terdapat 6 (enam) putusan MK yang bertalian erat dengan proses penyelenggaraan Pilkada serentak 2024, yakni putusan nomor 27, putusan nomor 60, putusan nomor 52, putusan nomor 69, putusan nomor 126 dan putusan nomor 136. semuanya oleh MK diputus tahun 2024. tentu masing-masing putusan ini berbeda pemohon dan substansi putusannya. untuk putusan nomor 27, substansi putusannya lebih berkaitan pasal 201 ayat 7 dengan masa bhakti kepala daerah hasil pilkada 2020 silam dan beririsan langsung dengan proses tahapan penyelenggaraan Pilkada 2024, yang semula masa bhakti jabatan hanya sampai dengan tahun 2024 sehingga kurang 5 (lima) tahun dan permohonan pengujiannya sebagian dikabulkan yang pada pokoknya berubah menjadi tetap 5 (lima) tahun. putusan nomor 60 tahun 2024, MK mengabulkan sebagian permohonan yang pada pokoknya lebih mengenai syarat dukungan pencalonan Parpol atau gabungan Parpol sebagai pengusul calon kepala daerah.
putusan nomor 52 tahun 2024, menguji pasal 70 UU pilkada. substansinya berkaitan dengan aktifitas pejabat negara yang ikut serta dalam Kampanye Pilkada di perbolehkan sepanjang tidak inkonstitusional, seperti cuti diluar tanggungan negara dan mekanismenya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. putusan nomor 69 tahun 2024, berkenaan dengan pendidikan tinggi sebagai tempat kampanye, perizinan dan atribut-atribut kampanyenya.
putusan nomor 126 tahun 2024, berkaitan dengan surat suara Pilkada 2024 untuk daerah dengan 1 (satu) pasangan calon yang memuat foto, nama paslon dan kolom kosong. berikutnya, juga terdapat putusan MK nomor 136 tahun 2024. putusan ini substansinya berkaitan dengan pasal 188 undang-undang Pilkada. pasal ini memuat sanksi bagi setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan yang dimaksud pada pasal 71 UU Pilkada terkait larangan membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye dalam Pilkada.
catatan ini memanglah terlalu sederhana untuk menyajikan masing-masing substansi putusan Mahkamah Konstitusi yang sangat tinggi itu, apalagi bagi kaum pegiat pemilu, pendidik tentu ini sangat perlu untuk dilengkapi. namun, sekurang-kurangnya catatan dan pemahaman penulis, setidaknya dapat diambil simpulan ringkas yang mungkin mudah diingat, apa itu? pertama, apapun dinamika dan implikasinya, bahwa eksistensi Putusan MK yang mengemuka dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada 2024 (bahkan Pilkada yang mendatang, semoga tetap langsung dipilih oleh rakyat langsung) sangatlah penting bagi ekosistem Pilkada itu sendiri. kedua, setiap Pilkada itu seperti ruang pendidikan dengan momen pembelajarannya yang sejatinya memang harus mencerdaskan bukan sekedar rutinitas lima tahunan. (bersambung) Ahmad Udi Masjkur